Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dikabarkan akan menyatakan pengakuan resmi terhadap Negara Palestina dalam pertemuan puncak antara negara-negara Teluk dan AS. Deklarasi ini direncanakan terjadi pertengahan Mei 2025, bertepatan dengan kunjungan resmi pertama Trump ke Timur Tengah selama masa jabatan keduanya sebagai presiden. Kunjungan tersebut menjadi kelanjutan dari pertemuan serupa yang pernah berlangsung pada 21 Mei 2017 saat masa jabatan pertamanya.
Menurut seorang sumber diplomatik dari negara Teluk yang enggan disebutkan identitasnya, Trump akan mengumumkan pembentukan Negara Palestina tanpa keterlibatan kelompok Hamas. Sumber itu juga menyatakan bahwa jika pernyataan ini benar-benar dibuat, maka hal tersebut akan menjadi deklarasi penting yang bisa mengubah konstelasi kekuatan di kawasan Timur Tengah, serta mendorong lebih banyak negara untuk bergabung dengan Abraham Accords—kesepakatan normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dengan Israel.
Pertemuan puncak tersebut akan diselenggarakan di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, dan disinyalir akan disertai dengan pengumuman besar mengenai pengakuan negara Palestina dan kerja sama nuklir damai antara AS dan Arab Saudi. Isu ini semakin diperkuat oleh pernyataan Trump beberapa hari sebelumnya saat bertemu Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, di Gedung Putih. Trump menyebut akan ada "pengumuman yang sangat penting" dalam waktu dekat.
Isu utama dalam pertemuan ini mencakup berbagai topik strategis seperti kerja sama di bidang keamanan, militer, teknologi, hingga kecerdasan buatan. Semua pemimpin negara Teluk dijadwalkan hadir, kecuali Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz yang absen karena masalah kesehatan.
Namun, skeptisisme muncul dari sejumlah tokoh, termasuk mantan diplomat Teluk Ahmed Al-Ibrahim. Ia meragukan bahwa Palestina akan menjadi fokus utama dalam KTT ini, sebab dua pemimpin penting yang dikenal mendukung isu Palestina—Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II—tidak diundang.
Al-Ibrahim menambahkan, kemungkinan besar akan ada kesepakatan ekonomi besar seperti yang terjadi dalam KTT 2017, di mana Arab Saudi menandatangani kontrak senilai lebih dari 400 miliar dolar AS. Uni Emirat Arab bahkan mengumumkan investasi lebih dari 1 triliun dolar AS di AS, sementara Arab Saudi menjanjikan lebih dari 600 miliar dolar AS.
Trump juga dikabarkan akan melanjutkan kunjungannya ke Uni Emirat Arab dan Qatar setelah dari Arab Saudi, dua negara dengan ekonomi besar dan investasi signifikan di Amerika Serikat.
Sementara itu, analis politik Arab Saudi, Ahmed Boushouki, menyebut bahwa inti pertemuan ini sebenarnya adalah kesepakatan ekonomi berskala besar. Ia mengaitkan hal ini dengan pernyataan Trump kepada publik AS untuk membeli saham sebelum “pengumuman besar” dalam dua hari mendatang.
Terkait kerja sama nuklir antara AS dan Arab Saudi, Boushouki menyampaikan bahwa program tersebut sudah diumumkan sejak 2010 dan telah melalui beberapa tahap pembahasan. Saat ini, sejumlah perusahaan internasional bersaing untuk ambil bagian dalam proyek pembangunan reaktor nuklir pertama di Arab Saudi.
Sebagai perbandingan, Uni Emirat Arab telah lebih dulu memiliki fasilitas tenaga nuklir bernama Barakah, yang terdiri dari empat reaktor hasil kerja sama dengan Korea Selatan—menjadikannya satu-satunya negara Arab yang telah mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir secara penuh. (tnz)